Cirebon. Radar007.co.id. Ketua AWPI DPC CIREBON minta kejelasan dan jawaban Kepala Dimas Ketenagakerjaan Kabupaten Cirebon dalam menangani Pt Seyang Activewear. Pada tanggal 1 Maret 2024 Ketua AWPI DPC Cirebon bersama Sekretaris nya, mendatangi kantor Dinas Ketenagakerjaan dan kantor Bupati Cirebon. Kedatangan nya dengan membawa surat yang berisikan pengaduan dan keluhan dari para karyawan PT Seyang Activewear, selama ini mereka merasa terdzolimi dengan sistem dan peraturan yang dibuat pihak perusahaan maupun staff nya.
" Kami meminta kepada kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Bupati segera menindaklanjuti, terkait surat yang telah kami layangkan. Terhitung sudah 7 hari, namun dari pihak Dinas Ketenagakerjaan maupun Bupati belum ada tindakan apapun. Pada hal sudah jelas PT Seyang Activewear telah melanggar Undang - undang Ketenagakerjaan." Ungkap Rakhmat Sugianto.SH Ketua AWPI Dpc Cirebon. (5 /3/3024)
Ketua AWPI DPC Cirebon pada hari sabtu, menghubungi MC.Dadan Subandi selaku Kabid Ketenagakerjaan Via Whatsapp, guna mempertanyakan terkait kelanjutan dan perkembangan permasalahan Pt Seyang Activewear. Namun jawaban nya menunggu posisi belum turun dan pada hari selasa Ketua AWPI Dpc Cirebon kembali menghubungi lagi VIA Whatsapp untuk meminta kejelasan tindakan dari Kabid Dinas Ketenagakerjaan, jawabannya masih tetap sama dan bahkan meminta Copy atau surat yang dilayangkan.
" Wa alaikum salam 🙏belum turun kang🙏coba minta Copy Suratnya Kang. Coba besok kalau belum turun mangga 👍 mangga di expos aja." Ujar Dadan Subandi Kabid Ketenagakerjaan jawaban dalam whatsapp nya,(5/3/2024.)
Menurut pendapat ketua AWPI DPC Kabupaten Cirebon kinerja Kepala Dinas Ketenagakerjaan sangat lamban dalam menangani permasalahan Pt Seyang Activewear yang beralamatkan jalan pantura Jakarta - Cirebon, tepatnya di wilayah Kecamatan Arjawinangun. Dalam hal ini Di duga ada sesuatu antara PT Seyang Activewear dengan Kepala Dinas Ketenagakerjaan. Karena Surat yang telah Dilayangkan oleh Ketua AWPI Dpc Cirebon tidak ada balasan maupun kejelasan dalam hal tersebut.
" Sudah jelas PT Seyang Activewear telah melanggar Undang Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan., dan saya sudah menerima surat terima dari kantor bupati sebagai bukti pelaporan ataupun pengaduan" Ujar Ketua AWPI Dpc Cirebon (6/3/2024)
Dalam wilayah Kabupaten Cirebon banyak ditemukan kasus perusahaan membuat Peraturan Perusahaan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Lalu apa risiko hukum jika salah membuat peraturan perusahaan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Cirebon dan Dinas Terkait ? Peraturan Perusahaan (PP) wajib dibuat oleh pengusaha yang mempunyai pekerja/buruh minimal 10 orang. Ketentuan tersebut diatur oleh Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK).
" Karena wajib, kadang ada perusahaan membuat PP hanya untuk memenuhi kewajibannya saja. Padahal, pembuatan PP tidak boleh dibuat sesuai keinginan atau sekedar ada. Terdapat ketentuan yang harus dipenuhi perusahaan agar PP sah secara hukum. Terdapat 3 risiko hukum jika salah membuat Peraturan Perusahaan. Mulai dari PP dinyatakan tidak sah, dipersoalkan oleh karyawan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), hingga perusahaan juga bisa terkena sanksi pidana." Pungkasnya
Ketentuan Peraturan Perusahaan Berdasarkan ketentuan Pasal 108 UUK, PP wajib dibuat perusahaan yang memiliki 10 orang karyawan atau lebih. Namun, PP tidak wajib bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama (PKB). PP Tersebut mulai berlaku sejak disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Menurut Pasal 109 UUK, PP disusun oleh pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
Peraturan Perusahaaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 111 UUK, Peraturan Perusahaaan minimal harus memuat sebagai berikut: hak dan kewajiban pengusaha hak dan kewajiban pekerja/buruh syarat kerja tata tertib perusahaan jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. Menurut Pasal 100 UUK, PP harus disusun dengan mempertimbangkan wakil dari pekerja/buruh. Jangka waktu berlakunya PP adalah dua tahun dan harus diperbaharui jika sudah berakhir.
Menurut Pasal 111 ayat (4), sebelum jangka waktu Peraturan Perusahaaan habis, dapat dilakukan perubahan selama disepakati pengusaha dan buruh/pekerja. Ketentuan lebih spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (Permenaker PeraturanPerusahaaan ).
Menurut Pasal 7 ayat (1) Permenaker PP, pengesahan Peraturan Perusahaaan dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam satu wilayah kabupaten/kota Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Direktur Jenderal), untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu provinsi. Menurut Pasal 112 UUK pengesahan PP oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk diberikan paling lama 30 hari kerja sejak naskah PP diterima. Jika PP telah sesuai dengan ketentuan namun tidak kunjung disahkan dalam waktu 30 hari kerja, maka PP dianggap telah mendapatkan pengesahan. Jika ketentuan-ketentuan tersebut tidak terpenuhi.
Maka terdapat 3 risiko hukum jika salah membuat peraturan perusahaan yang akan ditanggung perusahaan sebagai berikut:
1.Peraturan Perusahaan (PP) Tidak Sah Jika PP tidak memenuhi ketentuan, maka PP dianggap tidak sah dan tidak berlaku secara hukum. Padahal,
2.Membuat Peraturan Perusahaaan adalah kewajiban perusahaan. Dengan demikian, maka perusahaan dianggap telah melanggar hukum dan dapat digugat di PHI atau dihukum pidana. Perusahaan Digugat di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
3.Peraturan Perusahaaan merupakan salah satu objek perselisihan kepentingan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PHI). Menurut Pasal 1 angka 3 UU PHI, perselisihan kepentingan disebabkan tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam PP. Perusahaan Terkena Sanksi Pidana Menurut Pasal 188 UUK, Perusahaan yang tidak memiliki PP akan dikenakan sanksi pidana berupa denda antara Rp5 juta sampai Rp50 juta. Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana pelanggaran. Sanksi pidana pernah dijatuhkan kepada kepada PT Duta Graha Indah (PT DGI). Hal tersebut terjadi karena PT DGI tidak memiliki Peraturan Perusahaaan sebagaimana yang diwajibkan Undang undang Ketenagakerjaan .
Padahal, perusahaan mempunyai lebih dari 10 pekerja/buruh dan tidak memiliki PKB. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan sanksi pidana kepada PT DGI berupa denda Rp5 juta atau bisa diganti dengan kurungan 1 bulan bagi Direktur nya. Hal tersebut sesuai dengan Putusan PN Jaksel No. 1/Tipiring/II/2020/PPNS-Naker.
Namun disayangkan Pemerintah Kabupaten dan Dinas Terkait tidak tegas dalam menangani perusahaan yang jelas melanggar Ketentuan Undang - Undang Ketenagakerjaan.
Editor RS, SH
Social Header
Catatan Redaksi
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dengan penayangan artikel dan atau berita, anda dapat juga mengirimkan artikel atau berita sanggahan dan koreksi kepada redaksi kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11 dan 12) undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email Redaksi atau Hubungi No telpon tercantum di bok redaksi
Link List
Iklan Disini