Catatan Redaksi

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dengan penayangan artikel dan atau berita, anda dapat juga mengirimkan artikel atau berita sanggahan dan koreksi kepada redaksi kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11 dan 12) undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email Redaksi atau Hubungi No telpon tercantum di bok redaksi

Iklan Disini

Breaking News

Anak Dijadikan Tumbal Hukum, Ada Permintaan Duit Rp80 Juta: Profesor Sutan Nasomal dan Ketua BAKORNAS Murka, Bongkar Dugaan Mafia Kasus di Polsek Kromengan



Radar007Malang — Penanganan perkara perkelahian antar anak baru gede (ABG) yang terjadi di pertigaan Pasar Kromengan, Kabupaten Malang, pada malam Idul Adha (6 Juni 2025), mendadak menjadi perhatian nasional. Bukannya melindungi anak yang masih duduk di bangku sekolah, proses hukum justru diduga melanggar prinsip keadilan anak dan membuka dugaan kuat adanya praktik mafia kasus di lingkungan aparat penegak hukum.


Kasus ini sebelumnya diberitakan oleh lintasselatan.bratapos.com, dan melibatkan empat remaja sebagai terlapor. Meski mereka masih di bawah umur, laporan dari dua orang tua yang mengaku anaknya sebagai korban pengeroyokan langsung ditangani oleh penyidik Polsek Kromengan dengan pendekatan represif.

Transaksi Mencurigakan: Muncul Permintaan Rp80 Juta untuk "Memuluskan" Proses Hukum

Polemik makin panas ketika Slamet (49), salah satu pelapor, mengakui kepada awak media bahwa dirinya telah membayar Rp40 juta secara tunai kepada seorang pengacara agar kasus anaknya tetap diproses hukum. Hal serupa disampaikan keluarga pelaku, pihaknya diminta bayar 40 juta per anak untuk biaya cabut perkara dan biaya pengacara, Potensi aliran dana dalam kasus ini mencapai Rp80 juta.

Saya bayar cash 40 juta, ada uang dua ribuan juga, tapi saya lupa di mana bayarnya,” kata Slamet gugup, Kamis (24/7/2025).

Pernyataan Slamet diperkuat oleh istrinya yang menyebut pembayaran dilakukan siang hari tanggal 30. Namun anehnya, pasangan ini diketahui hidup sederhana dan hanya berprofesi sebagai pedagang ikan. Hal ini memicu dugaan publik bahwa ada aktor lain di balik transaksi mencurigakan tersebut.


Kepolisian Bingung, Berkas Tak Lengkap, PPA Baru Dapat Informasi

Kapolsek Kromengan, AKP Moch. Sochib, membenarkan bahwa pihaknya sempat menangani kasus tersebut sebelum melimpahkannya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang.

Ya Pak, laporan awal kita tangani proses lidik, kemudian dilimpahkan ke Polres. Terkait uang, saya tidak tahu, Pak,” kata Sochib saat dikonfirmasi via WhatsApp, Senin (29/7/2025).


Namun keterkejutan muncul saat Unit PPA Polres Malang mengungkap bahwa berkas perkara baru saja dilimpahkan, dan bahkan dalam kondisi belum lengkap.

Berkas baru kemarin di meja saya, Pak. Masih saya koordinasikan ke Polsek terkait kekurangan berkas. Akan kami tangani sesuai prosedur hukum anak,” ujar Leha dari Unit PPA, Selasa (29/7/2025).


Tak hanya itu, Leha juga mengakui belum mengetahui adanya proses restorative justice (RJ) yang disebut telah dilakukan di tingkat Polsek, menunjukkan indikasi ketidaksinkronan serius antar-unit kepolisian.

Profesor Sutan Nasomal Murka: “Ini Pemerkosaan terhadap UU!”

Pakar hukum pidana anak, Prof. H. Sutan Nasomal, menyampaikan kritik keras terhadap penanganan kasus ini. Ia menyebut tindakan Polsek Kromengan sebagai pelanggaran serius terhadap UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Penanganan perkara anak oleh Reskrim Polsek adalah blunder hukum fatal! Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini pemerkosaan terhadap UU. Anak itu bukan penjahat, mereka korban sistem hukum yang korup!” tegas Prof. Sutan.



Ia juga mempertanyakan ke mana mengalirnya dana Rp80 juta yang diakui dibayarkan pelapor. Jika aparat terkait diam, katanya, ini bisa menjadi preseden berbahaya bahwa hukum bisa diperjualbelikan.

“Kalau benar PPA tidak tahu, berarti ada operasi senyap. Jangan-jangan uang itu jadi pelumas kasus. Ini harus dibongkar, bukan ditutupi!”



Ketua Umum BAKORNAS: “Kapolri Jangan Bungkam, Bongkar Mafia Hukum!”

Ketua Umum BAKORNAS, Saut Sitorus, CMH turut bersuara keras. Ia menyerukan agar Kapolri, Kapolda Jatim, Kompolnas, Menkumham, bahkan Presiden RI segera membentuk tim investigasi gabungan untuk mengungkap dugaan praktik mafia hukum di balik kasus ini.

“Kami tidak main-main! Ini bukan sekadar ABG berkelahi. Ini soal rusaknya keadilan di tangan aparat. Kalau dibiarkan, maka negara ini telah gagal melindungi anak-anak bangsa!”

“Saya katakan tegas: Kapolri jangan bungkam! Bongkar mafia kasus ini! Kalau ada oknum aparat yang bermain, copot! Tangkap! Adili!”

Saut menyebut praktik jual beli perkara seperti ini adalah bentuk penghianatan terhadap rakyat dan konstitusi. Ia juga meminta Ombudsman RI untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proses penanganan kasus tersebut.

Minim Transparansi, Penuh Teka-Teki

Upaya media untuk memperoleh kejelasan soal laporan polisi (LP) pun kandas. Kapolsek Kromengan menyarankan awak media menghubungi Kanit Reskrim, namun BRIPKA Suciono hanya memberi jawaban singkat tanpa detail administrasi. Unit PPA pun mengaku belum mendapat informasi awal soal restorative justice yang konon sempat dijalankan.

Mohon maaf kami unit PPA belum dapat info kalau perkara di-RJ. Kami akan lakukan penyidikan dulu sesuai UU SPPA,” ujar Leha, Jumat (1/8/2025).

Anak Bukan Tumbal, Hukum Bukan Dagangan!

Kasus ini telah mencoreng wajah sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam hal perlindungan anak. Ketika anak dijadikan tumbal, dan hukum diseret ke pasar gelap keadilan dengan nilai tukar jutaan rupiah, maka yang terluka bukan hanya korban, tapi juga kepercayaan publik.

BAKORNAS dan para akademisi menyerukan agar negara hadir, bukan sekadar lewat janji, tapi dengan tindakan nyata: Usut tuntas! Hukum harus berpihak pada keadilan, bukan pada kekuasaan dan uang.

Penulis: Dir
Editor: Redaksi
© Copyright 2022 - Radar007