Ungaran | Radar007.co.id – Sengketa tanah di Kampung Suwakul, Jalan Semeru Barat, Bandarjo, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, memanas setelah Pengadilan Negeri (PN) Ungaran mengabulkan gugatan pihak yang mengaku ahli waris, Pramoe Soetomo. Sedikitnya 13 keluarga yang telah menghuni lahan itu sejak 1990 kini terancam digusur.
Warga menilai gugatan ini salah alamat. Menurut mereka, seharusnya yang digugat adalah ahli waris Mbah Ponco Asmoro. Lebih membingungkan lagi, pernah terjadi transaksi jual beli oleh Pramoe Soetomo, namun hanya menggunakan kuitansi tanpa akta notaris-sebuah prosedur yang rawan digugat keabsahannya.
Seorang warga dengan nada geram mengaku diminta menandatangani persetujuan pembongkaran rumah dengan kompensasi Rp20 juta. Jika menolak, ia diancam denda Rp5 juta per bulan, dihitung sejak awal menempati lahan puluhan tahun lalu.
Kuasa hukum keluarga Pramoe Soetomo mengklaim dapat menunjukkan sertifikat asli atas nama kliennya. Namun, proses persidangan dinilai janggal. Ketika tim PN Ungaran belum melakukan sidang lokasi atau pencocokan bidang tanah, kuasa hukum penggugat bersama seorang bernama Heru-yang mengaku ahli waris-disebut marah-marah dan merusak papan nama di lokasi. Ironisnya, kuasa hukum penggugat, Rio Yudistir, S.H., dan Uni Lestari R., S.H., dulunya adalah kuasa hukum warga, namun kini membela pihak lawan.
Kuasa hukum warga, Yohanes Sugiwiyarto, S.H., M.H., alias Jossuwi, menegaskan akan menempuh langkah hukum untuk menguji keabsahan kuitansi jual beli tersebut dan memperjuangkan balik nama sertifikat.
“Gugatan ini penuh kebohongan. Seharusnya yang digugat adalah ahli waris sebenarnya. Setelah gugatan dimenangkan barulah sah dilakukan jual beli. Saya akan melapor ke Bawas dan Mahkamah Agung untuk membela hak masyarakat Suwakul,” tegasnya.
Berdasarkan informasi warga, sebagian tanah di lokasi tersebut dulunya merupakan aset TNI Kodam IV Diponegoro dan sebagian tanah eigendom, sehingga status hukumnya belum jelas.
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi ke PN Ungaran, pihak pengadilan belum dapat memberikan keterangan resmi, memicu tanda tanya publik. Lebih jauh, kuasa hukum penggugat bahkan sempat mengancam awak media, bahwa jika foto atau video peristiwa ini dipublikasikan, mereka akan melapor ke pihak berwajib. Ancaman ini justru menimbulkan gelak tawa sinis di kalangan jurnalis, karena tugas wartawan jelas: menulis apa yang dilihat dan didengar, dengan mengonfirmasi kedua belah pihak.
Publik kini bertanya: Mengapa PN Ungaran bungkam, sementara warga diancam denda dan pers sengketa lahan dibatasi kebebasan meliput?. (red)
Social Header
Catatan Redaksi
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dengan penayangan artikel dan atau berita, anda dapat juga mengirimkan artikel atau berita sanggahan dan koreksi kepada redaksi kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11 dan 12) undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email Redaksi atau Hubungi No telpon tercantum di bok redaksi
Link List
Iklan Disini